BE BRAVE TO FACE THE FACTS

Terbaru

(Tesis) PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 (STUDI DI KOTA BIMA)

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 (STUDI DI KOTA BIMA)

TESIS

BIMA FATHURRAHMAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2009

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 (STUDI DI KOTA BIMA)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Mataram

BIMA FATHURRAHMAN
D2A.003.097

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2009

 

Halaman Persetujuan Pembimbing

JUDUL

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 (STUDI DI KOTA BIMA)

OLEH :

BIMA FATHURRAHMAN
D2A.003.097

DISETUJUI OLEH :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. Gatot Dwi Hendro SH.,MH                 Hj.Nuralam Abdullah, SH.,M.Hum.
NIP : 131 763 419                                             NIP : 131 483996

 

RINGKASAN
Proses Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ( Study Di Kota Bima )

Nama : Bima Fathurrahman
NIM : D2a.003.097

Reformasi Pemerintahan yang terjadi di Indonesia saat ini telah mengakibatkan terjadinya pergeseran Paradigma dari sentralistik kearah Desentralisasi yang ditandai dengan Pemberian Otonomi kepada daerah. Peran Peraturan Perundang-undangan khususnya Peraturan Daerah sangan urgen fungsi dan kedudukannya dalam mengatur dan menata kehidupan masyarakat di masing-masing daerah.
Peraturan Daerah memiliki kedudukan dan peran yang strategis baik dalam system peraturan perundang-undangnan secara nasional maupun perannya sebagai norma hukum yang mengatur kehidupan masyarakat ditiap Daerah. Dalam tata urutan perturan perundang-undangn sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 2004 pada pasal 7 ayat (1), bahwa Perturan daerah berada pada urutan ke-5. Hal ini menunjukan bahwa Peraturan daerah harus selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada tingkat yang diatasnya. Dan peran Peraturan Daerah terhadap daerah yang bersangkutan adalah dalam mengatur kehidupan masyarakatnya sekalugus berperan dalam menyerap aspirasi dalam pembentukan Peraturan daerah tersebut.
Konsistensi dalam kedudukan dan peran Peraturan Daerah baik terhadap tata urutan perturan perundang-undangan maupun terhadap daya jangkaunya terhadap pengaturan di daerah tentunya akan dikaji lebih jauh dalam tesis ini.
Baca kelanjutan halaman ini »

Menyoroti klausul Bahasa Negara dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009

Marina Eka Amalia

I. Pendahuluan
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 pada 9 Juli 2009 dilatarbelakangi oleh beberapa faktor diantaranya karena, baik Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada dasarnya merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi suatu Bangsa dimana kesemua hal tersebut merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar dari sejarah perjuangan bangsa, namun disadari bahwa pengaturannya belumlah termuat dalam bentuk undang-undang.
Pengundangan sebuah peraturan tentunya bukanlah hal yang mudah, diperlukan berbagai proses sehingga peraturan tersebut akhirnya resmi diundangkan. Hal tersebut patut kita hargai sebagai hasil kinerja lembaga perwakilan rakyat yang memang memiliki tugas untuk melakukan hal tersebut. Namun, untuk kepentingan kita bersama pula lah, tidak salah jika kita terus mengkritisi dan menganalisis atas peraturan yang diundangkan tersebut, agar kita lebih mawas diri dan mengetahui mana-mana hal yang menjadi celah atau kekurangan dari Peraturan Perundang-undangan tersebut. Dengan pertimbangan itu lah, di sini saya mencoba menganalisis dan mengkritisi pasal-pasal tertentu dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009.
II. Analisis dan Kritisi
Bab I tentang Ketentuan Umum, khususnya Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Analisis & Kritisi:
Baca kelanjutan halaman ini »

Kontrak Perkuliahan PLKH I (Pidana)

KONTRAK PERKULIAHAN

NAMA MATA KULIAH : PLKH I ( PIDANA)

KODE MATA KULIAH : –

PENGAJAR : BIMA FATHURRAHMAN, SH.MH

SEMESTER : 4 (EMPAT)

HARI PERTEMUAN/JAM : SELASA, 14.30 – 16.10 WITA

TEMPAT PERTEMUAN : KAMPUS STIH MUHAMMADIYAH BIMA

BOBOT MATAKULIAH : 2 SKS

PRODI : ILMU HUKUM

I. MANFAAT KULIAH

Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum adalah mata kuliah ketrampilan dalam berpraktek hukum khususnya Hukum acara Pidana (PLKH I). Dengan adanya perkuliahan ini diharapkan mahasiswa sedikit tidaknya bisa memahami, mengerti dan mempraktekan secara langsung teknik-teknik dalam beracara pidana.

Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum (PLKH I) ini mencakup antara lain:

– Teknik membuata Surat kuasa lebih khusus pada Surat Kuasa Khusus

– Teknik membuat Surat Pembelaan

– Teknik membuat surat dakwaan

– Serta teknik beracara pidana (praktek peradilan semu)

Baca kelanjutan halaman ini »

Hak Jaksa Mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan Batasannya

Hak Jaksa Mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan Batasannya

Dimuat : oleh aska,rahma,rifa,taty / 07-01-2010

 

1. Pendahuluan

Pertanyaan yang terus menerus diajukan sejak tahun 1996 adalah apakah jaksa dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana terhadap suatu putusan pengadilan yang sudah mempunyai hukum yang tetap. Pertanyaan ini muncul karena pada tahun 1996, untuk pertama kalinya, jaksa mengajukan permohonan PK dalam perkara dengan terdakwa, Mochtar Pakpahan, seorang aktivis buruh pada masa itu. Sejak itu Jaksa secara terus menerus mengajukan PK. Tidak dalam semua kasus yang diajukan jaksa memenangkan PK. Mahkamah Agung (MA) bersikap mendua mengenai hal ini. Ada majelis MA yang menyatakan jaksa tidak berhak mengajukan PK, ada yang menyatakan jaksa dapat mengajukan PK.

Dalam putusan PK dimana MA menerima permintaan PK dari jaksa, MA menyatakan menciptakan hukum karena KUHAP tidak mengaturnya. Dalam Negara v Muchtar Pakpahan, sebagaimana dikutip dalam Negara v Pollycarpus (PUTUSAN No. 109 PK/Pid/2007) , MA misalnya menyatakan: “Dalam menghadapi problema yuridis hukum acara pidana ini dimana tidak diatur secara tegas pada KUHAP maka Mahkamah Agung melalui putusan dalam perkara ini berkeinginan menciptakan hukum acara pidana sendiri, guna menampung kekurangan pengaturan mengenai hak atau wewenang Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan permohonan pemeriksaan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana.”

Dalam hal MA tidak dapat menerima permohonan jaksa, MA menyatakan bahwa MA tidak berwenang memutuskan mengenai PK. Dalam Negara v H. MULYAR bin SAMSI (Putusan MA No84PK/Pid/2006 Tahun 2006), MA menyatakan bahwa PK Jaksa tidak dapat diterima dengan alasan: Baca kelanjutan halaman ini »

HUKUM PIDANA ISLAM DALAM STUDI HUKUM

HUKUM PIDANA ISLAM DALAM STUDI HUKUM[1]

Oleh :

Topo Santoso[2]

A. Pengantar

Jika kita mencoba mencari informasi tentang hukum pidana Islam atau Islamic Criminal Law lewat internet (misalnya melalui situs pencari Google) maka paling tidak kita akan disuguhi informasi sebanyak lebih dari 1.360.000 item. Hal ini sedikit memberi gambaran bahwa hukum pidana Islam menjadi pembahasan luas di seluruh dunia. Persoalan pidana Islam sering dipersempit hanya persoalan Rajam atau Qisas saja,  dan tidak membicarakan seluruh cakupan dari hukum ini. Hukum Pidana Islam merupakan satu bidang kajian Hukum Islam yang paling sedikit diajarkan dalam studi hukum di perguruan tinggi (dibanding hukum perdata Islam seperti perkawinan, kewarisan, perjanjian, dan sebagainya).

Dewasa ini barulah kuliah pidana Islam semakin banyak menjadi mata kuliah di fakultas hukum atau syariah. Dewasa ini semakin banyak yg menulis skripsi, tesis, dan disertasi tentang pidana Islam. Tulisan singkat ini akan membahas mengenai tempat dan masa depan hukum pidana Islam dalam studi hukum. Tulisan ini akan membahas perkembangan kuliah pidana Islam, hukum pidana Islam dalam kurikulum studi ilmu hukum, silabus perkuliahan pidana Islam, serta prospek dan tantangannya.

Baca kelanjutan halaman ini »

PROSEDUR PENYELESAIAN PERKARA PIDANA & PERDATA

PROSEDUR PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

Oleh Bima Fathurrahman, SH.MH

  1. Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri.

Penuntut umum dalam melimpahkan perkara ke pengadilan negeri, sebelumnya terlebih dahulu telah mempelajari dan meneliti hasil penyidikan dari penyidik apakah sudah lengkap atau belum dan ini dilakukan dlm waktu 7 hari. Apabila ternyata hasil penyidikan tsb belum lengkap, maka PU akan mengembalikan berkas perkara tsb ke penyidik disertai petunjuk ttg hal yg harus dilakukan utk dilengkapi, dan dlm waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kpd PU.

PU dlm melimpahkan berkas perkara tsb ke PN disertai surat dakwaan. PU dlm membuat surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :

a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,  tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.

b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yg didkwakan dgn menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Baca kelanjutan halaman ini »

ASAS PENUNDUKAN DIRI DAN PENERAPANNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

ASAS PENUNDUKAN DIRI DAN PENERAPANNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

Oleh: Drs. Waljohn Siahaan,SH.,MH.

Ketua Pengadilan Agama Singaraja

 

A. PENDAHULUAN

Asas personalitas adalah merupakan masalah yang sangat urgent dalam

  1. SUBJEK HUKUM PENGADILAN AGAMA

Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan ‘rechtsubject’ (Belanda) atau ‘Law of subject’ (Inggris).Menurut Hairuman Pasaribu dan Suhrawarsi K.Lubis subjek hukum adalah: segala sesuatu yang menurut hukum dapat mempunyai hak dan kewajiban termasuk badan hukum.[1] Subjek hukum terdiri dari: manusia dan badan hukum.Yang dimaksud dengan manusia secara yuridis adalah orang (persoon) yang dalam hukum mempunyai hak subjektif dan kewenangan hukum (rechtsbevoegheid)[2]. Sedang Badan Hukum (rechtpersoon) adalah badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang pribadi[3] atau badan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban serta mempunyai perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.[4]

Dalam terminology hukum Islam, subjek hukum disebut ‘Mukallaf’ yang berarti yang dibebani hukum.[5]

Baca kelanjutan halaman ini »